Jumat masih pagi, 28 Juni 2013. Tapi, Juru Bicara Front Pembela
Islam, Munarman, sudah tak kuasa mengendalikan amarah. Di tengah sorot
kamera 'Apa Kabar Indonesia' tvOne yang disiarkan secara live, pengacara berumur 44 tahun ini naik pitam dan--masya Allah--menyiramkan
teh di cangkir ke wajah lawan debatnya. Orang yang mendadak jadi basah
kuyup di depan umum itu adalah sosiolog senior Universitas Indonesia dan
tokoh masyarakat Maluku yang sudah sepuh, Dr. Tamrin Amal Tamagola (66
tahun).
Tonton video "tragedi teh" itu disini.
Aksi itu langsung
mengundang tanggapan dari banyak kalangan. Banyak yang menilai tindakan
Munarman bukan cuma tak patut, tapi juga suatu bentuk tindak kekerasan.
Ketua
Panitia Khusus RUU Organisasi Kemasyarakatan Abdul Malik Maramain
menilai ulah sang Juru Bicara FPI adalah contoh nyata tindak kekerasan
yang kerap dilakukan oleh sejumlah ormas. Karena itulah, diperlukan
undang-undang untuk mengaturnya. Salah satu poin krusialnya adalah
mengatur ormas-ormas yang kerap bertindak di luar kewenangannya,
misalnya melakukan aksi kekerasan, main hakim sendiri, meneror, dan
mengancam kebebasan orang lain.
"Fenomena
Munarman sudah masuk wilayah teror terhadap kebebasan Pak Tamrin
sebagai warga negara. Tak hanya teror, itu suatu bentuk arogansi," Malik
mengecam.
Ketua Badan Pengurus
SETARA Institute Hendardi menilai aksi Munarman mencerminkan karakter
FPI yang sesungguhnya. "Tindakan Munarman tidak lain mencerminkan sikap
sesungguhnya dari FPI dan kelompok vigilante. Respons Prof.
Tamrin yang tidak meladeni ulah Munarman dan menganggap itu perbuatan
preman sudah tepat. Ini adalah kejadian memalukan dan disaksikan oleh
jutaan pemirsa yang sedang menonton tvOne,” kata Hendardi.
Koordinator Gerakan
Indonesia Bersih, Adhie Massardi, melihat Munarman tak dewasa menghadapi
perbedaan pendapat. "Kawan saya, Munarwan, orangnya emosional.
Sepertinya dia kehabisan akal bagaimana memahami perbedaan pendapat."
Kecaman serupa juga
disuarakan anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI dari Fraksi PDI
Perjuangan, Eva Kusuma Sundari. Menurut Eva, Munarman telah memberikan
pendidikan politik yang buruk. Tak bisa mengendalikan amarahnya, dia
malah memilih aksi fisik ketimbang beradu argumen. "Soal sela-menyela itu biasa dalam debat," kata Eva.
Asal-muasal teh
Apa yang sebenarnya terjadi sampai Munarman menjadi begitu murka?
Dialog pagi itu membahas tentang rencana polisi menindak tegas ormas-ormas yang melakukan sweeping selama bulan Ramadan.
Munarman mengutarakan
pendapatnya. Dia mengatakan seharusnya negara adil dan juga menindak
mereka yang melanggar hukum seperti menenggak minuman keras dan membuka
tempat hiburan di bulan Ramadan. “Kalau negara sudah menindak, maka
tidak perlu lagi ada tindakan sweeping dari ormas,” kata dia.
Tamrin menimpali. Dia
mengatakan sependapat dengan Munarman bahwa negara harus adil dalam
melindungi warganya dari tindak kekerasan, apakah di bulan Ramadan atau
tidak. “Kalau ada pelanggaran, hukum harus terus ditegakkan. Harus
ditindak. Tidak perlu menunggu bulan Ramadan.”
Ketika itulah, Tamrin menuturkan kepada VIVAnews,
mata Munarman sudah mulai memandanginya dengan penuh curiga. Munarman
semakin tampak tidak suka ketika Tamrin mengatakan, “Keadilan negara
untuk melindungi warga semakin urgent setelah SBY menerima World Statesman Award di New York.”
Masih
kata Tamrin, Munarman lantas menuduh dia selalu membuat analisa politik
yang ngawur dan menyudutkan FPI. Munarman mengatakan tidak ada hubungan
antara politik dengan razia bulan Ramadan.
Munarman kemudian mengeluarkan dua lembar kertas berisi berita razia tempat hiburan di Papua oleh warga, dan mengibas-ngibaskannya di depan muka Tamrin.
Suasana memanas. Dua orang itu adu mulut dengan sengit.
“Lalu saya bilang ke
Munarman, ‘Munarman dengar, kasih saya kesempatan. Data yang saya pakai
tidak sama dengan yang kamu pakai.’ Saya lalu angkat telunjuk dan
bilang: ‘Dengarkan!' Saat itulah dia ambil tehnya dan disiramkan ke muka saya,” Tamrin menjelaskan.
Siaran langsung disetop pihak tvOne.
Istri
Tamrin menelepon, menangis sesenggukan karena tak terima melihat
suaminya dipermalukan di depan umum. Tamrin menenangkan, “Yang
mempermalukan diri dan organisasinya adalah Munarman sebagai Jubir FPI.
Biar publik yang menilai.”
Usai
disiram teh, Tamrin sengaja tidak menyeka wajahnya yang kuyup. "Saya
diam saja. Saya biarkan air di muka saya menetes-netes supaya semua
orang melihat sampai kamera off. Supaya publik tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujar Tamrin.
Tantangan Munarman
Soal insiden ini,
kepolisian mempersilakan Tamrin untuk melapor. "Yang jelas, apabila ada
yang dirugikan, siapapun, silakan melapor," kata Kepala Bidang Humas
Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Pol. Rikwanto. "Silakan yang
bersangkutan, yang merasakannya. Namun, apakah yang bersangkutan akan
melapor atau tidak itu haknya.”
Direktur
SETARA Institute, Hendardi, menyatakan siap mendampingi Tamrin jika
ingin memproses aksi Munarman ke jalur hukum. "Kami mendukung sepenuhnya
apabila Prof. Tamrin bermaksud memperkarakannya secara hukum," kata
dia.
Kepada VIVAnews,
Munarman menegaskan dia tidak takut bila Tamrin membawa masalah ini ke
jalur hukum. "Silakan saja ambil langkah hukum, silakan dia mau menuntut
ke mana saja. Memangnya saya takut masuk penjara?" kata Munarman,
sesumbar.
Dia menilai Tamrin tidak
sopan, berkomentar di luar konteks perdebatan dan tidak membiarkannya
berbicara secara bebas. "Itu bukan soal perbedaan pendapat. Saya lagi ngomong dibentak disuruh diam. Sopan nggak itu?" kata Munarman, kesal.
Tantangan Munarman tak diacuhkan Tamrin.
Sosiolog gaek ini
mengatakan tidak akan melaporkan Munarman ke kepolisian. "Saya tidak mau
melayani preman. Saya tidak akan balas tindakan bercorak preman itu
dengan tindakan yang sama. Kalau saya balas, maka saya dan Munarman
sama-sama preman," kata Tamrin, pedas. (kd)
0 Comments:
Post a Comment
Budayakan Meninggalkan Komentar Setelah Membaca Sebuah Artikel :)