1. Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan
makanan ini sangat sederhana. Kehidupan mereka tak ubahnya seperti
kelompok hewan, karena tergantung pada apa yang disediakan oleh
alam. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di
alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di goa dan
dilembah-lembah. Di samping itu, lingkungan alam kehidupan manusia pada
masa berburu dan mengumpulkan makanan belum stabil dan masih liar.
Binatang buas menjadi penghalang bagi manusia untuk melaksanakan
kehidupannya.
Dengan keadaan alam yang sangat berbahaya itu, manusia
dalam melakukan perjalanannya cenderung melalui atau menyusuri tepi-tepi
sungai. Dalam perjalanan menyusuri sungai inilah timbul pikiran mereka
untuk membuat rakit-rakit. Bahkan pada masa selanjutnya mereka dapat
menciptakan perahu sebagai sarana perjaalan untuk melalui sungai.
2. Kehidupan Sosial
Masyarakat
pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal kehidupan
kelompok. Jumlah anggota dalam tiap kolompok sekitar 10-15 orang. Mereka
hidup selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Perpindahan yang mereka lakukan itu semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan dalam hutan. Dan setelah persediaan dalam hutan habis, mereka
terus mencari tempat berburu lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan seperti ini terjadi secara berulang-ulang dari satu tempat ke
tempat lain.
Hubungan antara anggota kelompok sangat erat. Mereka
bekerja secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan lain atau serangan
binatang buas. Meskipun dalam kehidupan yang masih sederhana, mereka
telah mengenal adanya pembagian tugas kerja. Kaum laki-laki biasanya
bertugas untuk berburu dan kaum perempuan bertugas untuk memelihara anak
serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Masing-masing kelompok itu.
Memiliki pemimpin yang sangat ditaati dan sangat dihormati oleh anggota
kelompoknya.
3. Kehidupan Budaya
Pada kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan
makanan, manusia lebih senang memilih goa-goa sebagai tempat
tinggalnya. Dari sisni mereka mulai tumbuh dan berkembang. Mereka mulai
membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah, dan alat
lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut adalah
jenis manusia Pithecantropus dan
kebudayaannya disebut tradisi Paleolintikum (batu tua). Alat-alat
tersebut banyak ditemukan di Kali Baksoka, daerah Kabupaten Pacitan
(Jawa Timur) dan kemudian disebut budaya Pacitan. Penelitian ini
dilakukan oleh H.R van Heekeren, Besuki, dan R.P Soejono (1953-1954).
Budaya Pacitan ini dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu
paling awal di indonesia dan paling banyak jumlahnya.
Penemuan sejenis juga terdapat di daerah Jampang
Kulon(Sukabumi) yang diteliti oleh D. Erdbrink di Gombong, Perigi, dan
Tambang Sawah (Bengkulu) diteliti oleh J.H Houbalt, di Lahat,
Kalianda(Sumatra Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka, Maumere
(Flores), Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge
(Sulawesi Selatan).
Benda-benda hasil kebudayaan zaman tersebut adalah sebagai berikut:
· Kapak perimbas kapak
perimbas tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggengam.
Penelitian terhadap kapak ini dilakukan di daerah punung (Kabupaten
Pacitan) oleh von koenigwald(1935). Sedangkan para ahli lainnya juga
mengadakan penelitian pada tempat-tempat lain di seluruh wilayah
Indonesia, sehingga kapak primbas tidak hanya ditemukan di Pacitan
melainkan juga pada tempat-tempat seperti Sukabumi, Ciamis, Gombong,
Bengkulu, Lahat (Sumatera), Bali, Flores dan Timor. Para ahli sejarah
mengambil suatu kesimpulan bahwa alat-alat itu berasal dari lapisan yang
sama dengan Pithecantropus erectus dan
diperkirakan juga bahwa Pithecantroupus erectus inilah pembuatanya.
Tempat penemuan kapak perimbas di luar wilayah Indonesia seperti
Pakistan, Myanmar(Birma), Malaysia,Cina,Thailand,Filipina dan Vietnam.
· Kapak Penetak kapak
penetak memilki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas. Kapak
penetak ini bentuknya lebih besar dari kapak perimbas dan cara
pembuatannya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu,
pohon, bambu, atau disesuaikan dengan kebutuhannya. Kapak penetak itu
ditemukan hampir diseluruh wilayah Indonesia.
· Kapak Genggam kapak
genggam memiliki bentuk hampir sama dengan kapak perimbas dan kapak
penetak. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Kapak genggam dibuat masih
sangat sederhana dan belum diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Cara pemakaian digenggam pada ujungnya yang
lebih kecil.
· Pahat Genggam Pahat
genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Para ahli
mentasfirkan bahwa pahat genggam mempunyai fungsi untuk menggemburkan
tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi-ubian yang dapat dimakan.
· Alat Serpih Alat
serpih memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan bentuknya
alat-alat itu diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk.
Dengan alat manusia purba mengupas, memotong, dan juga menggali makanan.
Alat serpih ini juga ditemukan oleh von Koeningswald pada tahun 1934 di
daerah sangiran (Kabupaten Surakarta). Tempat-tempat penemuan lainnya
di Indonesia antara lain Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere(Flores)
dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan berukuran 10-12cm serta
banyak ditemukan pada goa-goa tempat tinggal mereka pada waktu itu. Pada
umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang ditinggalkan
oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan seperti
ditinggalkan oleh penguninya, sehingga goa-goa menjadi salah satu
sasaran para ahli untuk penelitian.
· Alat-alat dari Tulang Alat-alat
dari tulang dibuat dari tulang-tulang binatangburuan. Alat-alat yang
dibuat dari tulang antara lain pisau, belati, mata tombak, mata panah,
dan lain-lainnya. Peralatan dari tulang it banyak ditemukan di Ngandong.
4. Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan,
manusia bekerja bersama-sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dalam suatu kelompok yang masih sedikit itu, mereka dapat
dengan mudah memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup dari apa yang telah
tersedia di dalam hutan. Bahkan ketika persediaan yang ada di hutan
habis, maka mereka pindah untuk menemukan daerah yang menyediakan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
5. Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan menunjukan bahwa masyarakat pada masa itu sudah memiliki
anggapan tertentu dan memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang
meninggal. Dengan sistem penguburan yang dilakukan oleh manusia purba
terhadap anggota masyarakatnya yang meninggal, menyebabkan tingkat
kehidupan manusia sudah lebih tinggi dari tingkat makhluk hidup lainnya.
Dan pada masa itu manusia telah dapat mempergunakan akal pikirannya,
walaupun terbatas hanya pada hal-hal tertentu saja. Tetapi dengan adanya
pelaksanaan penguburan terhadap orang meninggal. Telah menjadi salah
satu indikasi awal munculnya kepercayaan tentang adanya hubungan antara
orang yang sudah meninggal dan yang masih hidup sudah diyakinni.
0 Comments:
Post a Comment
Budayakan Meninggalkan Komentar Setelah Membaca Sebuah Artikel :)