Our Sponsors

Saya Tegaskan Bahwa Sebagian Besar Artikel di Blog Ini Berasal Dari Pulsk.

Artikel Yang Tidak Tercantum Sumbernya Adalah Berasal Dari Puslk

Sunday, May 19, 2013

Konsep Dasar Sosialisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan sosial remaja perlu dipahami oleh orang tua dan guru maupun orang-orang yang bertugas sebagai pendidik remaja, karena perkembangan sosial remaja penting pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian dan prestasi belajar remaja. Remaja yang berkembang baik kepribadiannya, perlu menguasai keterampilan membina hubungan sosial dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa.
       Hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang lebih luas lagi kelingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya.
       Namun demikian, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai dari rumah, dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian dengan teman-temannya di sekolah. Kesulitan hubungan sosial dengan teman sebaya atau teman sekolah sangat mungkin terjadi masalah individu dibesarkan dalam suasana pola asuh yang penuh unjuk kuasa dalam keluarga. Penyebab kesulitan hubungan sosial sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang penuh unjuk kuasa ini adalah timbul dan berkembangnya rasa takut yang berlenihan pada anak sehingga tidak berani mengambil inisiatif, tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani memustusakan pilihan teman yang dianggap sesuai.

 
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Apa yang dimaksud dengan sosialisasi?
2.  Apa teori-teori bertingkah laku sosial?
3.  Apa ciri-ciri dari perkembangan sosial remaja?
4.  Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja?
5.  Bagaimana usaha guru dan orang tua dalam membantu perkembangan sosial remaja?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuannya adalah:
1.  Memahami pengertian dari sosialisasi.
2.  Mengetahui teori-teori bertingkah laku sosial.
3.  Mengetahui ciri-ciri perkembangan sosial remaja.
4.  Mengetahui faktor-faktor yang mampengaruhi perkembangan sosial remaja.
5.  Memahami usaha guru dan orang tua dalam perkembangan sosial remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian sosialisasi
                               Sejak bayi sampai dewasa individu hidup dalam sisitem social yang mempunyai nilai dan norma dalam bertingkah laku. Keberhasilan individu menjadi anggota suatu masyarakat, ditentukan oleh proses belajar bertingkah laku sesuai denagn nilai dan norma-norma yang telah digariskan masyarakat dimana individu tersebut berada.
                   Menurut Brim, 1966 (dalam Mudjiran, dkk. 2007) bahwa sosialisasi adalah proses memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang berpatisipasi secara proaktif dalam kelompok atau dalam masyarakat.
                   E. Spiro (dalam Elida Prayitno, 2006) bahwa tingkah laku menyangkut keterampilan dan kesiapan individu yang diperlukan untuk melakukan suatu peran social dalam kehidupan bermasyarakat yang berlangsung seumur hidup.
                   Dari definisi diatas dapat diambil konsep-konsep penting tentang tingkah laku social dan implikasinya dalam pendidikan berikut:
1.  Tingkah laku social, memerlukan proses belajar. Oleh karena itu para pendidik harus mengetahui teori belajar yang benar-benar dapat menjelaskan bagaiman cara seseorang belajar bertingkah laku social, seperti bagaimana cara seseorang remaja belajar bertingkah laku yang sopan dalam berkomunikasi dengan orang dewasa dan anak-anak, dan menyelesaikan ,masalah-maslah social.  
2.  Sosialisi merupakan proses yang memungkinkan seseorang mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan masyarakat. Demikian juga tingkah laku setiap generasi akan berada sesuai dengan kondisi atau tuntutan masyarakat saat itu. Misalnya, tingkah laku sosial anak-anak remaja dan orang dewasa yang dituntut oleh masyarakat minangkabau berbeda dengan dituntut oleh masyarakat jawa.
3.         Sosialisasi merupakan cara penyesuaian antara tingkah laku seseorang yang berada dalam tingkat perkembangan tertentu dengan tingkah laku yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, remaja harus belajar terus-menerus bertingkah laku yang diharapkan masyarakat.
B. Beberapa Teori Bertingkah Laku.
                   Menurut   Mudjiran, dkk (2007), ada tiga aliran teori bertingakah laku sosial yaitu:
1.  Teori Psikoanalisis
               Menurut teori psikoanalosis remaja telah melewati masa’’Oedipus Complexs’’: (mencintai orang tua yang berbeda jenis kelamin). Oleh karena itu ketertarikan kepada orang tua yang berjenis kelamin sama mulai tumbuh. Anak-anak laki-laki mengagumi ayah, dan anak remaj wanita mengagumi ibu. Peniruan tingkah laku sosial pun diarahkan kepada orang tua yang jenis kelamin sama. Anak laki-laki meniru ayah, dan anak wanita meniru ibu.
2.  Social Learning
               Ada dua cara remaja mempelajari tingkah laku sosial yaitu dengan memperoleh kepuasaan atau menghindari ketegangan dan cara meniru atau mengimitasi dan observasi. Remaja bertingkah laku itu memuaskan perasaannya atau dapat melepaskan ketegangan psikologi yang dialaminya. Oleh karena itu, tingkah laku sosial yang diajarkan dengan memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang benar. Ahli teori ‘’social learning’’  tidak setuju dengan pembentukan tingkah laku dengan cara memberikan hukuman karena akan menimbulkan ketegangan dalam diri remaja, yang justru menimbulkan ketidaksetujuan untuk bertingkah laku yang diharapkan. Dengan memberikan penguatan dan petunjuk maka remaja mendapat pengalaman tentang bertingkah laku mana yang dibenarkan dan mana yang tidak dibenarkan. Akhirnya remaja terbiasa dengan tingkah laku yang dibenarkan dan menjauhi tingkah laku yang tidak dibenarkan.
3.  Teori Kognitif
               Teori kognitif yang menyangkut perkembangan sosial dikemukakan oleh kolberg, yang berpendapat bahwa perkembangan sosial sangat ditentukan oleh perkembangan konsep diri, konsep tentang orang lain dan pemahaman serta antara standar bertingkah laku sosial. Kolberg menekankan bahwa peranan kognitif penting bagi proses sosialisasi seseorang. Apalagi seseorang memiliki kemampuan kontitif tinggi maka mudah bagi orang itu memahami moral, berpikir yang moralis, dan mengikuti perkembangan moral. Oleh karena itu, perkembangan konginif merupakan kekuatan dan memfasilitasi bagi perkembangan sosial remaja.
               Menurut Kolberg (dalam Mudjiran, dkk. 2007), bahwa proses perkembangan tingkah laku sosial sesuai dengan jenis kelamin dalam diri remaja berlangsung sebagai berikut:
a.  Mula-mula remaja menyadari identitas dirinya sesuai dengan jenis kelaminnya; saya adalah ‘’remaja pria’’ atau saya adalah ‘’remaja wanita’’.
b.  Kemudian, remaja melakukan tingkah laku sesuai dengan peranannya, sesuai dengan jenis kelaminnya, serta sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana remaja hidup.
c.   Kesempatan untuk bertngkah laku sebagai wanita atau pria dapat menimbulkan kepuasan dalam dirinya karena diterima oleh masyarakat.     
C. Ciri-ciri Perkembangan Remaja
                   Menurut Mohammad Ali, dkk (2011), ada sejumlah karakteristik dari perkembangan sosial remaja, yaitu sebagai berikut:
1.  Berkambangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
               Masa remaja disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan  sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan.
2.  Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial.
               Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang mutlak meskipun segala sesuatu yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya, remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah.
3.  Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis.
               Remaja sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana pandangan lawan jenis tentang dirinya. Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara dominan bukanlah kesadaran jasmani yang berlainan, melainkan tumbunya ketertarikan terhadap lawan jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa sebelumnya, kini beralih kearah hubungan sosial yang dihiasi perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
4.  Mulai cenderung memilih karir tertentu.
               Sebagaimana dikatakan oleh Kuhlen (dalam Mohammad Ali,dkk. 2011), bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir tertentu meskipun dalam pemilihan karir tersebut masih mengalami kesulitan.'
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja.
                   Menurut Elida Prayitno (2006), ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku sosial remaja yaitu:
1.  Pengaruh orang tua.
               Orang tua  sangat berpenagruh terhadap perkembangan tingkah laku sosial remaja. Remaja telah diperkenalkan berbagai tingkah laku sosial dan nilai-nilai sikap atau moral yang dijunjung tinggi oleh orang tua. Disamping itu hubungan dengan orang tua merupakan hubungan paling dekat dibandingkan dengan siapa pun dalam kehidupan remaja. Hubungan yang mendalam dan sangat dekat, besar pengarunya terhadap proses sosialisasi remaja. Oleh karena remaja yang ingin mandiri dan tidak ingin lagi banyak diatur, serta dituntut patuh oleh orang tua dalam kehidupan sosial, maka terjadi konflik antara orang tua dan remaja.
               Andaikan konflik  antara remaja dengan orang tua berlangsung terus-menerus akibatnya kemandirian sosial yang sempurna tidaka akan tercapai karena:
·      Orang tua (lingkungan sosial) yang membatasi kesempatan bagi rremaja untuk mengambil keputusan sendiri. Tindakan orang tua seperti ini tidak memberi kesempatan bagi remajanya untuk mandiri.
·      Orang tua yang tidak dapat dijadikan model memperoleh kemandirian sosial, karena memiliki sifat ketergantungan. Orang tua yang kurang mandiri tersebut cenderung tidak memberi kesempatan mandiri bagi anak-anaknya dalam bertingkah laku sosial.
                   Berikut ini dikemukakan berbagai tipe pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua dan bentuk tingkah laku sosial yang akan dimilki remaja, yaitu:
a.  Tipe pemeliharaan menunjukkan cinta yang tulus dan sepenuh hati terhadap anak dan remajanya, maka anak dan remajanya akan memperlihat kan hubungan sosial yang baik dan menilai orang lain secara positif, karena anak dan remaja itu memiliki penilaian yang positif terhadap nilainya sendiri.
b.  Tipe pemeliharaan yang hangat dalam memberikan batasan-batasan dan disiplin terhadap anak dan remajanya,maka dalam bersosialisasi anak atau remaja akan menampak kan tingkah laku yang sopan santun, mudah bekerjasama, kurang agresif, mandiri dan memiliki sifat bersaing yang sehat dengan teman sebaya.
c.   Tipe pemeliharaan yang hangat tetapi terlalu bebas atau belum sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, maka anak-anak dan remaja mereka cendrung bertingkah laku sosial yang tegas. Anak-anak dan remaja cenderung agresif dan mampu bekerjasama.
d.  Tipe pemeliharaan yang menolak atau memusuhi, mengakibatkan remaja bertingkahlaku sosial yang buruk sehingga cenderung menampilkan hubungan sosial yang kurang baik dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa, akan bertingkahlaku yang tidak baik. Disamping itu  mereka menjadi anak yang berprestasi rendah dibandingkan kemampuan kognitif yang mereka miliki.
e.  Tipe pemeliharaan yang terlalu membatasi tingkah laku anak dan remajanya, menimbulkan tingkah laku sosial yang salah karena anak memiliki persaan yang tidaK puas tentang dirinya. Anak yang dibesarkan dengan pemeliharaan seperti ini mempunyai dorongan ingin tau yang rendah, kurang kreatif, kurang fleksibel dalam menghadapi masalah intelektual atau masalah akademis maupun sosial.
                   Status orang tua mempengaruhi hubungan sosial remaja. Status orang tua yang dimaksud adalah status pernikahan, tanpa suami atau istri, dan status ibu yang bekerja atau tidak bekerja. Jika remaja wanita hanya dibesarkan oleh ibu saja maka hubungan sosialnya dengan pria kurang lancar karna memiliki perasaan malu yang berlebihan, merasa tidak nyaman kalau berhadapan dengan pria, bahkan ada yang bersikap keras terhadap pria. Remaja pria yang di besarkan tanpa ayah kurang menampakkan sikap yang maskulin dalam hubungan sosial dengan teman sebaya, terutama lawan jenis.
2.  Pengaruh sekolah
               Sekolah merupakan pendidikan resmi yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada siapa pun yang berhak. Oleh karena itu, remaja banyak mengahabiskan waktunya di sekolah semenjak berumur empat tahun. Dengan demikian sekolah mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosialnya. Di sekolah, seharusnya banyak kegiatan kelompok untuk mengembangkan tingkah laku sosial seperti kerjasama, saling mengahargai dan menghormati, saling membantu, misalnya kelompok belajar, kelompok pengembangan bakat khusus, seperti kelompok belajar, kelompok pengembangan bakat khusus, seperti kelompok menyanyi, menari, olaraga, dan keterampilan lainnya.
3.  Pengaruh teman sebaya.
               Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan sosial, mengembangkan minat yang sama, dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan untuk mencapai kemandirian. Teman sebaya dijadikan tempat memperoleh sokongan dan penguatan dalam rangka melepasakan diri dari ketergantungan terhdap orang tua. Begitu pentingnya peranan teman sebaya bagi perkembangan sosial remaja, maka apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat menghambat kemandirian dalam hubungan sosial. Penolakan sosial dapat menghancurkan kehidupan remaja yang sedang mancari identitas diri.
                   Menurut Sunarto, dkk (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu:
1.  keluarga
               keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
2.  kematangan
               bersosialisasi memerlukan kematangan fisisk dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
3.  status sosial ekonomi
               kehiduapan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ‘’ia anak siapa’’. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku didalam keluarganya.
4.  pendidikan
               pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak didalam mayarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
5.  kapasitas mental: emosi, dan inteligensi
               anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
E. Upaya Pengembangan Tingkah Laku Sosial Remaja
                   Menurut Mohammad Ali, dkk (2011) bahwa, untuk membantu kepribadian peserta didik secara maksimal, termasuk didalamnya perkembangan hubungan sosial, ada lima kompetensi yang harusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu:
1.  Kompetensi profesional (professional competency)  
2.  Kompetensi pribadi (personal competency)   
3.  Kompetensi moralitas (morality competency)
4.  Kompetensi religiusitas (religiousity competency)
5.  Kompetensi formal (formal competency)
                  
                   Tiga kompetensi, yaitu kompetensi pribadi, moralitas dan religiusitas merupakan kompetensi yang sangat penting untuk membantu perkembangan hubungan sosial remaja di sekolah. Kompetensi pribadi mengandung makna bahwa seorang guru harus memiliki integritas pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kepribadian yang utuh. Kompetensi moralitas mengandung makna bahwa seorang guru bukan hanya dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, melainkan sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan. Adapun dengan kompetensi religiusitas mengandung bahwa seorang guru harus menganut agama yang diyakini dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya.
                   Seorang guru harus dapat melihat dengan jelas dan manusiawi bahwa setiap muridnya adalah manusia yang bermatabat yang harus dihargai sepenuhnya. Dengan saling menghargai dapat dibangun suatu landasan yang mengandung rasa pengertian, saling percaya, saling menghormati, dan mampu menjauhkan dari berburuk sangka dalam mengembangkan kemampuan hubungan sosial murid yang sedang berada pada masa remaja.
                        Menurut Elida Prayitno (2006), usaha pengembangan tingkah laku sosial remaja adalah sebagai berikut :
-     Tingkah laku sosial yaitu tertarik pada lawan jenisnya :
1.  Cinta monyet
Usaha pengembangannya yaitu mengembangkan konsep diri positif.
2.  Cinta terarah kepada satu orang
Usaha pengembangannya yaitu menciptakan kerjasama dalam belajar.
3.  Jatuh cinta berkali-kali merupakan pengujian identitas diri.
Usaha pengembanganya yaitu memberikan model cara berhubungan sosial yang bermoral agama dan adat istiadat.
-     Kesadaran sosial yaitu :
1.  Tidak tergantung secara sosial
Usaha pengembangannya yaitu beri kesempatan untuk bergaul dalam kegiatan yang positif dan produktif.
2.  Tidak menerima sikap sosial yang otoriter
Usaha pengembangannya yaitu guru dan orang tua serta orang dewasa lainnya harus mengembangkan suasana pergaulan yang demokratis dengan remaja.
3.  Memiliki geng untuk berbagi rasa, mendapat sokongan dalam rangka melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua.
Usaha pengembangannya yaitu guru dan orang tua ikut berpartisifasi dalam geng dan menjadi model. 
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
                   Perkembangan sosial remaja merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai pada pada periode remaja. Remaja dituntut untuk dapat bersosialisasi dalam lingkungan yang lebih luas atau tidak hanya dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Mereka dituntut mampu bersosialisasi dengan orang dewasa dalam lingkungan masyrakat yang lebih luas.
                   Ada tiga aliran teori bertingkah laku sosial yaitu teori dari psikoanalisis, teori social learning dan teori kognitif.
                   Remaja yang berkembang tingkah laku sosialnya dapat diketahui dari ketertarikannya terhadap lawan jenis, kemandirian sosial, kesenangan berkelompok dengan teman sebaya.
                   Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku sosial remaja adalah: orang tua, sekolah, dan teman sebaya.
B. Saran
                   Dengan mempelajari materi tentang perkembangan sosial remaja, diharapkan calon pendididk memiliki keterampilan dan  pengetahuan untuk mengembangkan perkembangan sosial  peserta didik.
                   Bagi pembaca makalah ini diharapkan semoga dapat menambah wawasan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemakalah mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca, karena pemakalah menyadari makalah ini masih banyak kekurangannya.

0 Comments:

Post a Comment

Budayakan Meninggalkan Komentar Setelah Membaca Sebuah Artikel :)

Copyright by Muhammad Farhan Ammar. Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...