Mau
tahu teknologi bangsa indonesia pada jaman dahulikala yang masih tetap
ada hinga kini simak 7 Teknologi Kuno Bangsa Indonesia yang Paling
Canggih berikut ini.
1. Borobudur: Bukti Kecanggihan Teknologi dan Arsitektur
Borobudur
adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja
Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan
bangunan candi yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana
nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri
kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan
pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk
Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan
dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah
candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi
Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki
elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. Candi
borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari
stupa-stupa lain yang lebih kecil. Arsitektur yang keren bukan?
2. Kapal Jung Jawa: Teknologi Kapal Raksasa
Jauh
sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah
melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi
orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai
ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran
laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M)
dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia
menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu
lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
Pelaut Portugis yang menjelajahi
samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia,
terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke
Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk
Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa.
‘Mereka mengaku keturunan Jawa,’ kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony
Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan
relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek
moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur
telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa
pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki
abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan
tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali
dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn
Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji
kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara.
Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur;
seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung
Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat
serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung
rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung
terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan
sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di
Malaka pada 1513.
3. Keris : Kecanggihan Teknologi Penempaan Logam
Teknologi
logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu
sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki
teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa
lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik
penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang
mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan
materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi
yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya
akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit.
Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik
tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu
meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga
merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih
dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan
namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium
adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari
titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium
ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam
lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga
tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam
mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi
baja namun jauh lebih ringan dari besi.
4. Benteng Keraton Buton: Arsitektur Bangunan untuk Pertahanan
Di
Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas
kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota
Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat
dari batu kapur. Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang
keliling 2.740 meter. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos
jaga / kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut
baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam.
Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan
terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup
terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di
zamannya.
5. Si Gale Gale : Teknologi Robot Tadisional Nusantara
Orang
Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot
tradisional yang dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini
menguasai sistem kompleks tali yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali
yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat membungkuk dan menggerakan
“tangannya” sebagai mana layaknya orang menari. Menurut cerita, Seorang
Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu untuk mengenang
anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat
menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale – gale dimainkan
dengan iringan musik tradisional khas Batak. Boneka yang tingginya
mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisional Batak.
Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan
kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke
samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan
bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat
menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari. Si
gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat
boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot
tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
6. Pengindelan Danau Tasikardi, Banten : Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek
moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air
bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan
penjernih air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke
Keraton Surosowan. Proses penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum
masuk ke Surosowan, air yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan
dan disaring melalui tiga bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan
Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan
menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat
serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter
kurang lebih 40 cm. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu
menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai. Danau
Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah,
keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan
Banten pada masa lalu. Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau
buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air
bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang
7. Karinding : Teknologi Pengusir Hama dengan Gelombang Suara
Alat
musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran
20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat
keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum,
dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul). Jika bagian
panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika
dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas.
Alat
ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir
hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh
karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan
hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian. Frekuensi suara yang
dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut,
atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi
suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu
konsentrasinya.
0 Comments:
Post a Comment
Budayakan Meninggalkan Komentar Setelah Membaca Sebuah Artikel :)